Jumat, 23 September 2011

Kota Cimahi Terima Tiga Penghargaan

0 komentar
Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi berhasil meraih penghargaan Adiupaya Puritama dari Kementerian Perumahan Rakyat untuk kategori kota menengah/kecil. Penghargaan yang diterima Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (21/9), diserahkan langsung Menteri Perumahan Rakyat, Suharso Monoarfa.

Pada kategori ini, peringkat kedua di bawah Kota Cimahi adalah Pemkot Malang dan Pemkot Banda Aceh mendapat penghargaan serupa untuk peringkat tiga.

Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija mengungkapkan rasa syukurnya atas prestasi yang diperolehnya tersebut. "Saya ucapkan terima kasih kepada semau pihak yang sudah mengantarkan Kota Cimahi meraih penghargaan," katanya.

Meski demikian, Itoc mengingatkan agar Kota Cimahi tidak terlena dalam melakukan penataan kota. Alasannya masih banyak yang harus dibenahi, salah satunya minimnya ketersediaan lahan.

”Namun tetap saya ucapkan terima kasih yang telah membuat Kota Cimahi memperbaiki prestasi ini. Sebelumnya kita hanya bisa merebut posisi kedua untuk kategori yang sama pada tahun sebelumnya,” ujar Itoc.

Selain mendapat penghargaan dari kementian perumahan rakyat, Kota Cimahi juga menerima penghargaan kota/kabupaten yang berhasil memanfaatkan teknologi dan komunikasi dalam meningkatkan layanan publik, pada eGovernment Award and Smart City Award yang berlangsung di Hotel Shangri-La, Jakarta.

Di malam anugerah yang sama, Kota Cimahi juga menerima pengharaan Smart Economy dan Smart Governance. Pada penghargaan tersebut Kota Cimahi berada di peringkat kedua.

Wakil Wali Kota Cimahi, Eddy Rachmat mengatakan, anugerah yang diraih Kota Cimahi sebagai bukti hasil kerja dan keberhasilan program pesan penduduk (pesduk) yang diterapkan.

"Anugerah ini merupakan bentuk kerja keras yang direalisasikan dalam bentuk program pesduk. Keberadaan pesduk sangat bermanfaat baik untuk masyarakat maupun pemerintah Kota Cimahi," kata Eddy saat ditemui usai menerima anugerah.

Dikatanya, pesduk selain untuk menampung kritik maupun saran dari masyarakat, juga berfungsi untuk memantau kinerja SKPD.
 
Sumber : Galemedia

Senin, 12 September 2011

Rudy Megantara Pelopor Komposting Cimahi

0 komentar
DIAKUI atau tidak, pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos belum menjadi usaha yang mendatangkan keuntungan besar. Paling tidak dalam sebulan, penghasilan dari pengelolaan kompos sekitar Rp 300. 000. Tentu saja bukan penghasilan yang menggiurkan.

Melihat masih minimnya pendapatan yang dihasilkan dari pengolahan pupuk kompos, para penggerak kompos di Kota Cimahi tidak sedikit yang gulung tikar. Dari 25 pengelola kompos yang bisa bertahan sampai saat ini tinggal 17 pengelola.

Salah saeorang pengelola yang masih bertahan, yaitu Rudy Megantara (45), warga RT 01/RW 16, Kel. Cigugur Tengah, Kec. Cimahi Tengah.

Diakui Rudy, jika melihat dari sisi materi, usaha pengelolaan kompos masih kalah menguntungkan dibandingkan usaha lainnya. Namun eksistensi pengelolaan kompos tidak dilihat secara ekonomis, melainkan sebagai pentuk kepedulian kepada lingkungan, yakni bagaimana cara memanfaatkan sampah. Karena jika melihat fenomena sekarang, volume sampah yang dihasilkan masyarakat terus bertambah. Sedangkan ketersediaan lahan dan anggaran pembuangan sampah sangat terbatas.

"Alhamdulillah sejak didirikan pada 2007, saya masih eksis mengelola kompos di Kel. Cigugur Tengah. Saya akan bertahan dan tidak akan mundur meskipun nilai dari penjualan kompos masih rendah. Paling tidak usaha pengelolaan kompos ini sebagai bentuk kepedulian terhadap sampah di Cimahi dengan mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA. Dengan begitu mengurangi APBD Cimahi dalam biaya penanggulangan sampah," ungkapnya.

Ia menyampaikan sampah yang dikelola di daerahnya berasal dari sampah penduduk dari 9 RT di RW 16 atau sekitar 1.000 kepala keluarga (KK). Setiap hari jumlah sampah yang diangkut menuju tempat pengomposan sebanyak 6 meter kubik atau 1 truk sampah. Kemudian sampah tersebut dipilah antara sampah organik dan anorganik. Untuk sampah organik diolah menjadi kompos selama 35 hari untuk jenis kompos padat. Sedangkan kompos cair prosesnya hanya 2 hari sebelum siap dipasarkan.


Sumber : Galamedia 

Warga Cimahi Krisis Air Bersih

0 komentar
Beberapa kawasan penduduk di Kota Cimahi mulai terkena dampak musim kemarau yang menyebabkan kekeringan dan menyusutnya debit air, seperti yang terjadi di RW 08 Kel. Cibabat, Kec. Cimahi Utara.

Wilayah yang mengalami kesulitan air bersih di lingkungan RW 08 Kel. Cibabat, yaitu RT 05, 02, dan RT 03 dengan jumlah kepala keluarga sekitar 200 KK. Berdasarkan pantauan "GM", warga di daerah tersebut terpaksa antre untuk mengambil air dari pipa jet pump di RT 05. Sayangnya air tersebut tidak dapat dikonsumsi untuk minum dan memasak karena kualitasnya kurang layak dan bau besi.

Air dari jet pump hanya dipakai warga untuk keperluan mandi, mencuci pakaian, dan cuci piring. Sedangkan untuk kebutuhan minum dan memasak, warga mengandalkan air dari satu sumur pompa. Itu pun debit airnya semakin menyusut, bahkan untuk mendapatkan satu ember air harus dipompa sekitar 15 menit. Belum lagi antrean yang memanjang.

Ketua RT 05/RW 08 Kel. Cibabat, Suherli menyampaikan, antrean warga yang mengambil air dari jet pump maupun sumur pompa terjadi selama 24 jam setiap hari. "Antrean air di sini berlangsung 24 jam, dari pagi hari sampai ketemu pagi lagi, selalu ada warga yang antre mengambil air. Untuk kebutuhan air minum, sebagian warga mengambil dari Perumahan Griya tapi lokasinya cukup jauh," katanya.

Suherli mengatakan, satu jet pump dirasakan masih kurang jika melihat banyaknya warga yang menggantungkan air dari sana. Terutama pada musim kemarau, toren berkapasitas 5.000 liter baru terisi penuh selama 4-5 jam. "Belum lagi air keluarnya sangat kecil, sedangkan antrean sangat banyak. Untuk menunggu toren penuh membutuhkan waktu sampai 5 jam, padahal biasanya hanya 1 jam," ujarnya seraya menambahkan, kesulitan air di daerahnya terjadi sejak 2 bulan terakhir.

Selain dari jet pump, saat ini warga tidak memiliki sumber air lainnya. Karena sumur sudah dalam keadaan kering sejak jebolnya irigasi di RW 16 Kel. Cibabat, yang menyebabkan sungai-sungai kecil di sekitar warga menjadi kering. Sehingga tidak ada lagi serapan air yang masuk ke sumur milik warga.

Melihat kondisi tersebut, Suherli sangat berharap pemerintah melakukan pengeboran sumur yang baru, sehingga tidak tergantung pada satu sumur jet pump. "Kami sempat ditawari oleh anggota dewan mengatasnamakan partai. Katanya mereka akan merealisasikan permohonan untuk membuat jet pump baru. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan, padahal kami juga telah mengajukan proposal kepada dewan," ucapnya.

Suplai air bersih

Sementara itu, Kepala Bidang Air Bersih dan Limbah Domestik pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Cimahi, Djani Achmad Nurjani mengatakan, selama musim kemarau ini tidak sedikit wilayah di Kota Cimahi mengalami kesulitan air bersih.

Selain di RW 08 Kel. Cibabat, kekeringan juga terjadi di RW 03 Kel. Cimahi, Kec. Cimahi Tengah, serta daerah lainnya terutama di daerah Cimahi Selatan. Misalnya di RW 11 Kel. Leuwigajah yang dikirim air bersih tiga kali dalam seminggu dan RW 10 Kp. Cireundeu Leuwigajah dikirim dua kali dalam seminggu.


Sumber : Galamedia

Jumat, 09 September 2011

Selama Libur Lebaran, Pasien Jampersal Membeludak

0 komentar
Selama libur Lebaran, jumlah pasien Jaminan Persalinan (Jampersal) di RSUD Cibabat, Cimahi membeludak. Bahkan RSUD Cibabat sempat kewalahan hingga sejumlah ibu hamil yang hendak melahirkan terpaksa dirujuk ke rumah sakit lain.

Dijelaskan Direktur Utama RSUD Cibabat, Endang Kusumawardhani kepada wartawan ditemui di lingkungan Pemkot Cimahi, Kamis (8/9), jumlah ibu hamil yang datang saat libur Lebaran jauh lebih banyak dibandingkan hari biasanya.

"Data pastinya ada di kantor. Tapi yang jelas jumlahnya banyak sekali. Malah terpaksa ada yang kita kirim ke RS lain karena pasiennya sudah terlalu banyak dan ruangannya sudah penuh," kata Endang.

Bertambahnya jumlah pasien persalinan di saat libur Lebaran memang sudah diprediksi sebelumnya. Hal itu karena banyaknya bidan yang cuti Lebaran. Sehingga, membuat ibu hamil yang akan melahirkan memilih langsung datang ke rumah sakit.

"Hal itulah yang membuat jumlah pasien Jampersal bertambah banyak. Sehingga ruangan persalinan pun tidak mampu menampung seluruh pasien persalinan. Walau begitu, kita telah mempersiapkan tenaga medik untuk menanggulangi bertambahnya pasien jampersal," kata Endang.

Regulasi bidan

Sementara itu, anggota Komisi IV DPRD Kota Cimahi, Ike Hikmawati mengatakan membludaknya pasien Jampersal di RSUD Cibabat tidak seharusnya terjadi, jika saja dinas kesehatan (dinkes) bisa meregulasi para bidan.

"Walaupun mereka menggunakan Jampersal, tapi tetap mereka harus mendapatkan pelayanan maksimal," kata Ike ditemui di Gedung DRPD Kota Cimahi, Kamis (8/9).

Menumpuknya pasien Jampersal di RS menandakan masih buruknya pelayanan, terutama di bidang persalinan. "Untuk memberikan pelayanan maksimal mungkin nantinya dinkes harus mengatur jadwal cuti atau piket para bidan. Terutama untuk tenaga PNS yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Sehingga nantinya tidak akan ada pelayanan publik yang telantar, baik di puskesmas maupun rumah sakit," terang Ike.

Ike menilai langkah RSUD Cibabat yang melimpahkan pasien ke RS lain sudah tepat. Sebab, pelayanan persalinan dengan Jampersal di Kota Cimahi tidak hanya di RSUD saja. "Ada empat rumah sakit yang juga bisa melayani persalinan dengan Jampersal di Kota Cimahi, yakni RSUD Cibabat, RS MAL, Mitrakasih, dan Dustira. Jadi masyarakat tidak harus ke RSUD Cibabat untuk dapatkan pelayanan Jampersal. Ke rumah sakit tadi juga bisa. Masyarakat tidak usah sungkan untuk datang ke RS lainnya," tegas Ike. 


Sumber : Galamedia

Penerapan e-KTP Diprediksi Molor

0 komentar
Rencana penerapan KTP elektronik (e-KTP) pada September 2011 dipastikan terus molor. Dari 33 perangkat yang seharusnya diterima Kota Cimahi, baru 4 yang sudah didistribusikan. Satu perangkat berada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dan tiga di kantor kecamatan. 
 
Hingga Kamis (8/9), dari empat perangkat itu baru satu yang sudah di-setting, yaitu di kantor Kecamatan Cimahi Utara. Satu perangkat lagi di Kecamatan Cimahi Selatan masih error, sedangkan di Cimahi Tengah sedang di-setting.

Kepastian akan molornya penerapan e-KTP tidak terlepas dari lamanya proses setting dan bina teknik (bintek) untuk para operator yang berjumlah 141 orang. Dari satu perangkat yang sudah di-setting memerlukan waktu 3 hari.

Kepala Disdukcapil Kota Cimahi, Erik Yudha Buana usai rapat paripurna di Gedung DPRD, Rabu (7/9), menjelaskan, dengan kondisi ini pihaknya berusaha mengoptimalkan persiapan dengan melakukan bintek sambil berjalan, serta menunggu kedatangan alat berikutnya yang rencananya akan dikirim pada 15 September nanti.

Mengenai peralatan yang error seperti yang terjadi di Cimahi Selatan, Erik menyakinkan hal tersebut bukan kewenangan Disdukcapil. Karena semua perangkat itu di-setting konsorsium yang ditunjuk pemerintah pusat.

"Dengan kondisi ini kami masih kesulitan untuk memaksakan pelaksanaan e-KTP. Saat ini kami baru bisa mencoba untuk meng-input data dan bintek, karena baru satu perangkat yang bisa berjalan," ujarnya.

Sementara itu, Wali Kota Cimahi, H.M. Itoc Tochija berharap peralatan yang dijanjikan pemerintah pusat dapat segera turun. "Setelah peralatannya turun, kami baru bisa melaksanakan e-KTP untuk mencapai target penyelesaian e-KTP hingga akhir 2011," kata Itoc.

Diakui Itoc, sejumlah peralatan e-KTP tidak sederhana dan semuanya harus diterapkan dalam pelaksanaannya nanti. Seperti alat fingerprint untuk merekam sidik jari serta mobile eyes iris scanree.

Berdasarkan pengamatan "GM", proses pengambilan sidik jari dilakukan terhadap 10 jari. Agar dapat terekam komputer, sidik jari harus ditekan dan pengambilannya tidak boleh sembarangan, melainkan harus dari atas sampai ruas jari. Peletakan sidik jari tidak bisa cepat, dan harus diarahkan petugas hingga benar-benar terekam sempurna di layar komputer.

Sama seperti pengambilan sidik jari, eyes iris pun tidak kalah rumitnya supaya dapat terekam di layar komputer. Sehingga waktu pembuatan e-KTP diprediksi akan memakan waktu sekitar 10 menit/orang.
 
Sumber : Galamedia 

Cimahi Akan Kelola Sampah Secara Mandiri

0 komentar
Wali Kota Cimahi, H. M. Itoc Tochija mengaku keberatan dengan rencana Pemprov Jabar mengalihkan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah ke Legoknangka, Nagreg, Kab. Bandung. Dengan dipindahkannya TPA ke Legoknangka, beban anggaran sampah yang harus dikeluarkan Kota Cimahi dipastikan lebih tinggi.
"Kami sudah beberapa kali mengikuti rapat mengenai rencana penggunaan TPA Legoknangka oleh provinsi. Tetapi Kota Cimahi keberatan jika harus membuang sampah ke TPA Legoknangka, karena biaya kompensasi pembuangan sampah per kubiknya mahal, sehingga terlampau berat bagi Kota Cimahi. Apalagi sebesar 70% penghasil sampah di Cimahi merupakan masyarakat menengah ke bawah," papar Itoc kepada wartawan usai halalbihalal di halaman Gedung B Pemkot Cimahi, Jln. Rd. Demang Hardjakusumah, Kamis (8/9).
Menurut Itoc, kendati penggunaan TPA Legoknangka merupakan kewenangan provinsi, namun harus dilihat kriteria daerah yang akan membuang sampah ke sana jenisnya seperti apa.

"Jadi intinya, kami keberatan jika harus membuang sampah ke Legoknangka," sambung Itoc.

Biaya pembuangan sampah ke TPA Legoknangka mencapai Rp 203.000/ ton jauh lebih besar dengan biaya yang harus dikeluarkan jika membuang sampah ke TPA Sarimukti yang hanya Rp 33. 500/ton. Rata-rata sampah yang dibuang Kota Cimahi perharinya mencapai 125 ton. Selainn biaya pembuangan yang lebih tinggi, dengan jarak Cimahi ke TPA Legok Nangka sejauh 45 km dipastikan menambah besar beban biaya pengangkutan dan pengirimannya.
 
Pengolahan kompos

Sementara itu, Kepala Bidang Kebersihan pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Cimahi, Dadang Kartiwa mengatakan untuk mengantisipasi rencana penutupan TPA Sarimukti, Pemkot Cimahi kini sedang menggalakkan pengolahan kompos. Pemkot juga bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) mengenai efisiensi dan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sampah terutama sampah anorganik.

Dalam penyelesaian masalah sampah ini, Dadang mengaku bahwa Pemkot Cimahi sedang mencari solusi terbaik. Salah satunya dengan membangun TPA Mandiri di daerah Leuwigajah.

"Kami sedang merancang pembangunan TPA Mandiri dengan luas areal sekitar 6 hektare di daerah Leuwigajah. Dengan memiliki TPA Mandiri, maka Kota Cimahi memiliki TPA untuk mengolah sampahnya sendiri," jelas Dadang.

Ia menambahkan, konsep pengolahan sampah di Leuwigajah nantinya akan menggunakan teknologi terbaru terutama untuk pengelolaan sampah plastik.

"TPA Mandiri yang akan dibangun tersebut nantinya bukan seperti tempat pembuangan sampah, tetapi merupakan pabrik pengolahan sampah. Dengan begitu sampah anorganik akan diolah lagi menggunakan teknologi, seperti pengelolaan sampah plastik di Bekasi," tuturnya.

Saat ini pengolahan sampah yang akan diterapkan di Leuwigajah masih dalam studi yang rencananya akan selesai pada akhir Desember, sehingga kemungkinan baru akan dibangun dan diterapkan pada 2012.

"Dengan adanya TPA di Leuwigajah, selain biaya pembuangan dan pengelolaan sampah dapat lebih hemat, jaraknya pun lebih dekat," pungkasnya.
 

Sumber : Galamedia