Rabu, 12 Oktober 2011

Angklung Buncis Cireundeu, Sudah Ada Sejak 600 Tahun Silam


SEKITAR 10 anak laki-laki berpakaian serbahitam, lengkap dengan ikat kepala, tampak berkumpul di salah satu saung bambu di Pendopo Kampung Cireundeu, Kel. Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan, Minggu (9/10). Mereka sudah bersiap dengan alat musik angklung buncisnya. Beberapa saat lagi, para tamu finalis Mojang Jajaka Cimahi akan hadir di tengah-tengah mereka.

Lagu "Oray-orayan" yang merupakan lagu kaulinan Sunda terdengar begitu alat musik tersebut dimainkan, seiring kedatangan para tamu yang datang dalam rangkaian acara karantina Moka Cimahi itu.

Nada yang dihasilkan angklung buncis, memiliki perbedaan dengan angklung yang biasa dimainkan seperti angklung Mang Udjo. Angklung buncis terdiri atas nada Sunda yaitu da, mi, na, ti, la, da. Sedangkan angklung yang sekarang dikenal dunia bertangga nada do, re, mi, fa, so, la, si, do. Meskipun ukurannya lebih besar dari angklung biasa, terdapat kekhasan pada angklung buncis.

Angklung buncis merupakan salah satu alat musik buhun yang biasanya dipakai dalam ritual acara di Tatar Sunda. Salah satu daerah yang terus memelihara nilai leluhur tersebut yaitu Kampung Cireunde ini. Tapi, seiring perkembangan zaman, angklung buncis sering juga dimainkan dalam acara penyambutan tamu.

Menurut Ketua Adat Kampung Cireundeu, Asep Abbas, sejak zaman nenek moyang, angklung buncis ini selalu dimainkan terutama dalam acara ritual seperti peringatan 1 Sura. Masyarakat Cireundeu memang menganut kepercayaan Sunda wiwitan. Dikatakannya, angklung buncis merupakan alat kesenian asli dari karuhun Sunda, yang keasliannya terjaga sejak 600 tahun silam. Nama "buncis" merupakan kependekan dari budaya nurutkeun cara ciri Sunda.

"Angklung buncis tidak dimainkan sembarangan. Angklung buncis hanya dimainkan pada acara-acara tertentu, seperti peringatan 1 Sura, penyambutan tamu atau pejabat, dan dalam acara ritual keagamaan lainnya. Kalau zaman dulu dimainkan saat memanen padi. Ini diartikan sebagai ucapan syukur serta sebagai iring-iringan petani pada saat membawa padi dari sawah menuju kampung," kata Asep.

Dimainkan siapa pun

Dalam memainkan angklung buncis, kini penduduk mulai terbuka kepada masyarakat umum. "Kami memegang pribahasa, mi indung ka waktu, mi bapa ka jaman. Artinya kami terbuka untuk siapa pun, tidak hanya diperuntukkan bagi penduduk kami saja. Siapa pun boleh belajar dan mengenal angklung buncis. Jadi pada intinya kami terbuka untuk siapa pun, namun tidak menghilangkan ciri khas adat istiadat yang ada," ungkapnya.

Adapun lagu-lagu yang selalu diiringi angklung buncis merupakan lagu-lagu tradisional asli Sunda, seperti "Kacang Buncis", "Tokecang", dan lain-lain. Untuk memainkan angklung buncis, diperlukan sembilan pemain, yang terdiri atas pemain dewasa dan anak-anak. Sedangkan jumlah keseluruhannya, pemain angklung 18 orang dan dua di antaranya lengser.

Tidak hanya itu, untuk meramaikannya, permainan angklung buncis selalu diiringi dog-dog, yang cara memainkannya sama seperti gendang. Perpaduan kedua alat musik tersebut akan menghasilkan irama yang sangat indah dan jika mendengarkannya secara saksama, orang akan mengingat kembali masa kanak-kanaknya.

Asep berharap, agar kelestarian dari angklung buncis terus terjaga, pemerintah bisa ikut serta dengan pembinaan yang lebih profesional bagi generasi selanjutnya. Namun yang terpenting orang semakin mengenal angklung buncis dan peduli terhadap seni budaya. 

Sumber : Galamedia
Post title : Angklung Buncis Cireundeu, Sudah Ada Sejak 600 Tahun Silam
URL post : http://kabarcimahi.blogspot.com/2011/10/angklung-buncis-cireundeu-sudah-ada.html

0 komentar:

Show Emoticons

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :q: :s:

Posting Komentar

"Silahkan Komen", No Spamming Please